Thursday, March 31, 2011

“KOTAK SAMPAH!”

Sebulan lalu aku mendapatkan kiriman sebuah cerita pendek nan indah dari seorang temanku. Singkat ceritanya seperti di bawah ini:

Seorang penumpang dengan sang sopir taxi melaju dengan kecepatan tinggi menuju bandara. Tiba-tiba sebuah mobil melintas di depan mereka. Sang sopir taxi dengan sigap menginjak rem mobilnya dengan tiba-tiba, menyebabkan goncangan besar bagi sang penumpang. Apa yang terjadi kemudian? Sopir taxi yang hampir ketabrakan menurunkan kaca jendelanya, sambil memandang sang sopir ugal-ugalan itu ia hanya memberikan senyumnya yang indah kepadanya, melambaikan tangan dan meneruskan perjalanannya. Merasa aneh terhadap sikap sang sopir, si penumpang bertanya penuh keheranan: “Pa, tadi kita hampir mati karena kelakuan sopir ugalan itu, tapi apa yang bapa buat terhadapnya, malah tersenyum dan melambaikan tangan untuknya.” Sang sopir menurunkan kecepatan mobilnya dan berkata dengan penuh bijaksana: “Dewasa ini banyaki orang membawa sampah mereka dan ingin menuangkan ke dalam kotak sampah yang masih kosong. Menerima sampah mereka berarti menerima beban yang lebih berat lagi sementara kita sendiri pun memiliki beban. Karena itu, lebih baik tidak mengizinkan diri untuk memikul beban sampah mereka.”

Tak disangka kejadian serupa datang dalam kehidupanku semalam. Dalam perjalanan pulang ke rumah aku menumpang sebuah taxi dengan kecepatan tinggi. Keluar dari sebuah terowong, tiba-tiba aku berteriak: “my goodness”, sang sopir rupanya juga melihat apa yang kulihat sehingga dengan tiba-tiba mengerem mobilnya 1 meter di belakang sepeda motor honda yang tiba-tiba mencoba melintas di depan kami. Karena kepanikan sang pengendara kehilangan akal sehingga ia berhenti dalam kepasrahan di tengah-tengah jalan yang masih ramai itu. Rupanya ada sepasang sejoli muda-mudi yang karena kemabukan cinta, dengan seenaknya memutar arah motor honda mereka tanpa memperhatikan kendaraan lain yang masing berlalu lalang.

Mendapatkan pengalaman seperti itu serentak keluar dari mulutku: “Emangnya tidak mau hidup lagi?” Banyak lagi kata-kata hojatan yang keluar dari mulutku sementara sang sopir hanya diam terpaku memandang pasangan yang sementara kebingungan di atas sepeda motor mereka. Aku kemudian sadar bahwa aku telah mengeluarkan banyak kata yang tidak pantas sementara sang sopir hanya diam sambil memandang pasangan itu dengan senyum. Aku lalu menepuk bahunya dan mengatakan: “Sungguh, engkau seorang sopir yang luar biasa.” Ia kemudian membalasnya dalam bahasa Tagalog (bahasa national Filipina, yang aku sendiri tidak bisa menangkap maksudnya dengan baik).

Setelah kembali ke kamar, aku teringat akan cerita yang telah dikirimkan oleh temanku tentang “kotak sampah.” Benar, bukan hanya orang yang marah, kecewa, putus asa dan fustrasi yang berjalan sambil mencari tempat untuk membuang sampah mereka, tetapi juga mereka yang mengalami kegembiraan, kenikmatan dan kepuasaan yang berlebihan seperti pasangan muda-mudi tadi. Mereka merasa bahwa dunia ini hanya milik mereka berdua. Apakah ada bahaya atau larangan, itu tidak penting. Yang penting adalah mereka bisa merasakan kebahagiaan ketika mereka larut dalam kenikmatan sesaat. Mereka seakan mau mengatakan kepada orang lain bahwa silakan menyingkir dari sekitar kami karena dunia ini adalah milik kami berdua.

Dengan demikian, apa yang kita bisa pelajari dari kisah ini bahwa karena himpitan ekonomi, meningkatkan tingkat kesulitan hidup dan diombang-ambingkan oleh beragam problem hidup, orang-orang, termasuk kita sendiri pun kadang membawa sampah permasalahan hidup kita dan ingin membuangnya ke dalam kotak lain; Seorang suami/ayah yang menghadapi masalah di kantor ingin membuang sampah kemarahan ke dalam kotak sang istri dan anak-anaknya; Seorang istri/ibu yang bermasalah dengan teman-temannya ingin membuang sampah kejengkelan ke dalam kotak suami dan anak-anaknya; Seorang anak remaja/dewasa yang putus cinta atau mendapatkan kesulitan di sekolah ingin membuang sampah ke dalam kotak orang tuanya; Seorang muda yang memiliki sampah putus asa dan fustrasi karena belum mendapatkan pekerjaan atau pasangan hidup ingin membuang sampah ke dalam kotak teman-teman atau siapa saja yang ditemuinya; Seorang pembina yang memiliki sampah karena banyaknya tugas dan tanggung jawab yang diembannya, ingin membuang sampahnya ke dalam kotak anak binaannya; Seorang romo yang memiliki sampah dalam relasinya dengan pimpinan atau karena relasi pribadi ingin membuang sampah ke dalam kotak umatnya; Seorang suster yang merasa putus asa karena bekerja di daerah susah ingin membuang sampah ke dalam kotak saudari-saudarinya di komunitasnya; Dan akhirnya, kita bisa mengatakan bahwa setiap orang memiliki dalam dirinya sampah (kemarahan, kejengkelan, iri hati, dendam, putus asa dan beragama emosi negatif lainya) sekaligus juga ada kotak sampahnya masing-masing.

Ada dua hal yang bisa menjadi titik permenungan kita, yakni: di satu pihak, setiap orang sementara membawa dalam dirinya sampah emosi negatifnya sambil mencari kota orang lain untuk mengisi di dalamnya. Apa yang seharusnya muncul dalam kesadaran kita bahwa hendaklah kita tahu cara dan tempat yang cocok untuk membuang sampah kita. Sampah itu harus dibuang dari dalam diri kita, tapi memperhatikan cara dan memilih tempat yang cocok pasti tidak akan membuat lingkungan sekitar menjadi kotor atau nafas orang menjadi sesak hanya karena mencium busuknya sampah yang sementara kita buang. Namun, di lain pihak, kita masing-masing adalah pemilik kotak yang sementara dicari oleh orang, yang kebanyakan sampah untuk menjadi tempat buangannya. Oleh karena itu, seperti sang sopir yang tidak mengizinkan kotak hati dan pikirannya menjadi tempat pembuangan sampah orang lain, kita pun hendaknya menutup kotak kita ketika orang lain ingin membuang sampah ke dalamnya, ataukah jika Anda memang bersedia menjadi kotak bagi sampah orang lain, maka pastikanlah bahwa sampah itu tidak akan menjadi busuk di dalam kotakmu. Pastikanlah bahwa petugasnya akan datang mengambil pada waktunya. Untuk yang ini silakan setiap orang memaknainya. Sang sopir itu telah mengambil jalan yang benar ketika ia tidak mengizinkan dirinya untuk menghardik sopir ugal-ugalan, yang bukan hanya hampir menabrak dan merusakan mobilnya, tetapi juga bisa mengirimnya ke lembah kematian. Walaupun dalam kondisi sang sopir berada pada posisi benar dan tepat untuk memarahi pasangan yang sementara mabuk cinta itu, namun apa yang telah dibuatnya adalah memberikan senyum manis dan memafaatkan mereka yang bersalah kepadanya. Membalas dengan mendamprat yang bersalah bahkan yang melukai kita dengan kata dan perbuatan adalah tindakan membuka lebar-lebar kotak kita dan membiarkan orang lain mengisi sampah mereka ke dalamnya. Saudara, bukankah sampah yang Anda miliki saat ini di dalam dirimu sudah terlalu banyak dan berat? Kenapa Anda harus mengizinkan orang lain mengisi sampah mereka ke dalam kotakmu? Dimikianlah kedua sopir itu memberi pelajaran berharga kepada kita sekalian.

Oleh karena itu, lewat cerita singkat ini kita belajar untuk menjadi semakin bijak dalam menghadapi realitas hidup. Hidup bersama orang lain, tak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa kita hidup di tengah orang-orang yang ingin membuang dan menerima sampah. Benar, bahwa seharusnya kita menutup kotak sampah kita bila kita melihat orang lain yang berusaha untuk membuang sampah ke dalamnya. Namun, yang sebaliknya Anda juga bisa lakukan bila Anda betul-betul mempunyai sebuah kepribadian, iman yang kuat dan teguh. Apa yang aku maksudkan, yakni kita belajar dari Yesus, Sang Guru kita. Bukankah Ia yang hanya mempunyai kotak sampah besar yang kosong dan tidak pernah memiliki sampah, telah membiarkan kotaknya diisi dengan sampah-sampah kita? Bukankah setiap saat kita berdosa kita telah manambah berkilo-kilo berat sampah kita ke dalam kotak Yesus? Ia yang tidak memiliki sampah tapi rela menerima kotakNya terisi dengan sampah kita, bahkan yang lebih istimewa lagi bahwa Ia rela memikul sampah-sampah kita di dalam kotakNya. Tegakah hati kita untuk selalu membuat sampah baru sementara kita membebankannya kepada Yesus untuk memikulnya?

Kesempatan yang indah nan berahmat ini hendaknya digunakan oleh masing-masing untuk melihat kembali seberapa banyakkah sampah yang ada di dalam dirinya saat ini; melihat kembali cara membuang sampah itu dan akhirnya ke mana saja selama ini Anda membuang sampahmu? Ada yang pasti bahwa kita tidak seperti Yesus yang hanya memiliki kotak sampah, karena pada hakekatnya kita memiliki keduanya dalam diri kita saat ini, baik sampah maupun kotak sampah. Apa yang aku inginkan lewat tulisan ini, yakni kenalilah sampahmu, ciptakanlah cara yang bagus untuk membuang sampahmu dan carilah tempat yang cocok untuknya. Lebih luhur lagi bila Anda yang telah berada dalam tingkat kedalaman spiritual yang tinggi, pasti akan bersedia menjadi kotak sampah seperti Yesus. Biarlah kita memikul beban anak-anak kita, sahabat-sahabat kita, suami atau istri, anak didik dan umat kita. Bila Anda mampu menjadi kotak sampah seperti Yesus maka tentunya Anda telah membuat hidup dan dirimu menjadi berkat bagi orang lain. Biarlah kita menjadi tempat pembuangan sampah emosi-emosi mereka, asalkan lewatnya mereka bisa bertumbuh menjadi dewasa dan matang dalam hidup dan iman mereka. Aku percaya bahwa suatu waktu yang akan dibawa kembali ke rumah sang tuan adalah kotak sampah dan bukan sampahnya, bukan?

Marilah di sisa hidup kita, kita mengorbankan sedikit dari apa yang kita miliki demi kebahagiaan orang lain, demi usaha mereka untuk menggapai hari depan yang lebih cerah. Bukankah benih itu harus mati agar darinya bertumbuh tunas-tunas baru yang subur? Biarlah kita menjadi benih yang mati di dalam tanah agar menyuburkan tunas baru yang akan bertumbuh. Seperti apa yang Yohanes Pembaptis katakan; “Biarlah Ia menjadi besar, tapi aku harus menjadi kecil.” Yohanes percaya bahwa dalam tindakan seperti inilah derajat kemanusiaan sebagai seorang nabi tetap dikenang sepanjang masa, dan itulah yang berkenan kepada Allah. Saya tetap percaya bahwa siapapun Anda dan dalam keadaan apapun Anda saat ini, tapi ada yang pasti bahwa Anda mampu menjadi sebuah “kotak sampah” demi kebahagiaan hidup orang lain. Justru dalam pengorbananNya-lah kita mendapatkan kembali hak kita sebagai anak-anak Allah. Kita masih memiliki waktu untuk menunjukkan bahwa kita pun bisa seperti Yesus jika kita mempunyai kerelaan, kerendahan hati, iman dan harapan yang teguh akan kasih Allah, Yang selalu membalas perbuatan amal kita di dunia ini.Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat.

No comments:

Post a Comment